Carlos Ghosn, Inspiring Leader
Make sure you are focused on your own people. Bring in them motivation and sense of ownership, then you can do your miracle
Carlos Ghosn, CEO, Nissan.
Bagaimana, Nissan Motor Co, yang selama bertahun-tahun mengalami kerugian dan dengan hutang yang cukup besar, dapat melakukan perubahan secara mengagumkan. Peranan Leader, dalam memimpin perubahan, terlihat sangat nyata dalam kasus ini.
Pada March 1999, Renault (perusahaan pembuat mobil terbesar ke 9 dunia melakukan strategic alliance dengan Nissan Motor, dengan investasi USD 5.4 Milyar. Nissan adalah perusahaan mobil Jepang yang telah mengalami banyak kerugian sejak tahun 1990? 1999 (kecuali tahun 1997 terjadi sedikit keuntungan). Pada akhir 1990an Nissan mengalami kerugian USD 5.5 Milyar, dan memiliki hutang yang cukup besar yaitu USD 19 Milyar. Brand value Nissan juga sangat rendah, dan juga product portfolio? yang sangat buruk. Selain itu, secara market share Nissan juga turun dari 6.6% di tahun 1991 menjadi 4.9%. Di satu sisi, Renault sedang melakukan ekspansi dengan mengakuisisi Nissan, dimana Nissan diyakini memiliki kekuatan dalam hal design dan sophisticated manufacturing?, dan dikombinasikan dengan kualitas terbaik dari Renault. Carlos Ghosn ditunjuk sebagai CEO pada usia 46 tahun, dan dia tertantang bagaimana caranya melakukan turn around Nissan, dari kerugian serta ancaman kebangkrutan dan hutang yang cukup besar saat itu. Ghosn adalah seorang Brazilian-french? namun berlatar belakang keluarga timur tengah (orang tua dari Lebanon), dan melakukan studi baik di Lebanon sampai Eropa dan Brazil.
Di tahun 1990an, Nissan hanya berkosentrasi untuk pertumbuhan jangka pendek dibandingkan melakukan investasi profitnya untuk perbaikan portfolio produknya. Strategi perusahaannya cenderung defensive dan survival mode. Jajaran produknya juga relatif tertinggal dari perusahaan sejenis. Yang cukup mencengangkan adalah cost of productionnya, dimana biaya pembeliannya yang sangat tinggi (total mencapai USD 4 milyar, nilainya 20-25% lebih tinggi dari Renault).
Pada awalnya, banyak pengamat skeptic dengan Ghosn dalam memimpin perusahan Japan, karena selain usianya yang tergolong muda untuk posisi tersebut, dia juga tidak tahu sama sekali tentang budaya perusahaan Jepang. Mengenai perbedaan budaya, Ghosn bercerita pada hari pertama dia memasuki kantor. Saat dia masuk lift, dan setiap lift berhenti di lantai tertentu, tidak ada satupun karyawan yang keluar dari Lift sampai Ghosn mencapai lantainya. Sesaat setelah Ghosn turun, para Karyawan kembali ke masing-masing lantainya. Karyawan tersebut melakukan hal tersebut, karena mereka menghormati pimpinannya. Ghosn tersadar, bagaimana pentingnya dia memahami perbedaan budaya dalam perusahaan.
Ghosn juga mengamati tentang habit dari para karyawan Nissan sulit menerima kesalahan, dan sering menyalahkan bagian lain, atau menyalahkan situasi ekonomi, atau alasan lainnya.. Para Karyawan resisted terhadap cross functional team, dimana mereka percaya dengan efektifitas struktural baku dan senioritas. Akibatnya, terjadi keterlambatan-keterlambatan dalam memutuskan, juga dalam tindakan. Mereka lebih nyaman di situasi tersebut daripada mengatasinya. Ghosn mengibaratkan Engineers bekerja sangat baik bersama-sama, finance bekerja sangat baik bersama-sama, demikian pula dengan sales dan lainnya. Namun bila digabungkan semua menjadi satu team, disini terlihat semua kekuatan mereka menghilang. Carlos Ghosn meyakini, bahwa memang kecenderungan manusia adalah menolak sesuatu yang berbeda, namun dan dia juga yakin bahwa perubahan dan perbedaan akan membuat orang-orang semakin kuat.
Setelah didalami, Ghosn semakin yakin bahwa solusi permasalahan Nissan ada di dalam perusahaan itu sendiri, yaitu bagaimana meningkatkan motivasi Karyawan Nissan, dan semua dan partner nya.
Segera setelahnya, Ghosn meluncurkan NRP (Nissan Revival Plan), dimana tujuannya adalah sesegera mungkin memaksimalkan output, di semua area, di semua tingkatan, dan dalam waktu terbatas (1 minggu harus sudah diputuskan). Semua aspek timing, perencanaan, komitmen dan juga target-target harus sudah ditentukan dengan jelas. Carlos Ghosn membentuk Cross functional team dan para karyawan dilibatkan dalam semua proses pembaharuan ini. Dengan Cross functional team ini, karyawan diajak belajar melihat, dan mengerti (understand), serta melihat lebih luas, diluar cakupan tanggung jawab biasanya. Setelah team dibentuk, karyawan akan merasa memiliki tanggung jawab lebih besar. Cross functional team ini terdiri dari beberapa bagian yang di pimpin oleh seorang setaraf direktur. Misalnya, team untuk pembelian, di pimpin oleh direktur selain purchasing (misalnya dari Marketing)
Mr Shiro Tomii, Vice president Nissan menyatakan, Dia (Ghosn) membuat target yang tinggi yang masih mungkin dicapai, jelas untuk semua (role & responsibility-nya), bekerja dengan speed, selalu melakukan pengecekan perkembangan-perkembangannya, dan semua mengacu pada fakta-fakta. Komitmen yang ditunjukkan oleh Ghosn dan jajaran direksi sungguh sangat luar biasa.
Listening dan facilitating Karyawan dalam proses pengambilan keputusan adalah aspek kunci dari Carlos Ghosn. Ghosn secara langsung ikut dalam proses-proses tersebut. Ghosn sangat sering langsung melakukan GEMBA, turun ke pabrik, berkomunikasi langsung dengan Karyawan, dan langsung memberikan feedback. Salah satu Eksekutif mengatakan Setiap Ghosn melakukan GEMBA, kami akan kembali dengan setumpuk pekerjaan untuk segera kami selesaikan, belum pernah saya menemui seseorang dengan sedemikian banyak tuntutan dalam pekerjaannya. Ghosn juga berkerja sangat keras sampai beberapa koleganya menyebutnya sebagai 7-11 person? (datang pk 07:00 AM dan baru pulang sangat larut malam, pk 11PM). Untuk menunjukkan komitmen yang tinggi dalam rencananya, ia dan pimpinan perusahaan akan mengundurkan diri jika rencana ini tidak membawa keuntungan. Dia segera memantapkan target-target jangka pendek. Ghosn sadar, bahwa untuk melakukan turnaround, diperlukan kredibilitas dari dirinya sebagai pemimpin, dan Nissan pada umumnya. Ghosn mengatakan bahwa Credibility mempunyai 2 kaki. Satu kaki adalah performance dan kaki lainnya adalah transparency. Saat performance Nissan tidak terlalu baik, maka Nissan harus mempunyai transparency yang tinggi. Dalam hal adaptasi budaya, secara parallel dia secara terang-terangan lebih memprioritaskan bottom-line growth? daripada hanya aspek budaya. Secara lugas, dia menyatakan ? Saya tidak ingin secara sering bertentangan dengan Karyawan, tetapi saya lebih memikirkan bagaimana membuat Nissan meraih keuntungan?
Fase pertama dalam NRP, adalah fokus dalam cost dan meningkatkan profit. Segera dia menjual anak-anak usaha untuk mengurangi utang serta mengurangi biaya material dari para supplier. Menurunkan cost material 20-30%, dan menurunkan jumlah supplier dari 1.145 menjadi 600. Dibandingkan menerapkan system Keiretsu yang banyak membebani keuangan Nissan, Ghosn melakukan penawaran terbuka untuk setiap supplier yang bisa menyediakan material dengan harga lebih murah. Salah satu contohnya adalah Ghosn langsung memotong order steel-nya dari salah satu Keiretsu terbesar Nissan. Hal ini menimbulkan gelombang shock luar biasa terhadap semua supplier Nissan. Pemotongan biaya di semua level, sampai pengurangan jam kerja, penutupan pabrik dan lainnya, yang sulit diterima untuk budaya perusahaan Jepang tetap dijalankan (budaya Jepang lifetime employment). Suatu ketika, saat dia merencanakan menutup 5 pabriknya (assembling dan engine), board of director baru di informasikan 1 hari sebelum penutupan, karena Carlos Ghosn mengetahui beberapa orang dalam perusahaan ingin menggagalkan rencananya. Dia tidak ingin terjadi penentangan dan terjadi situasi yang kacau sebelum dia melakukannya. Setelah dia mengatakan ke BOD, dia mengatakan, jika informasi ini sampai bocor, saya akan menutup 7 pabrik (bukan 5). Meyakinkan serikat pekerja merupakan pekerjaan yang cukup berat, dan perlu dipikirkan dengan seksama. Saat itu, 21.000 pekerja diberhentikan, atau berhenti sukarela, dan lewat program lainnya dimana 16.500 berkebangsaan Jepang. Selain penutupan pabrik dan supplier, Nissan juga mengurangi 10%-20% jumlah dealer. Hal ini dilakukan demi mengurangi pengeluaran dalam hal marketing dan lainnya. Dalam meeting dengan para Dealer, Carlos Ghosn berujar Saya tidak butuh alasan apapun, saya ingin tahu, apa yang akan anda lakukan agar menjadi lebih baik!.
Setelah NRP tahap 1 selesai, Nissan dilaporkan membukukan keuntungan USD 1.5 milyar dalam 6 bulan pertama (antara April - September), dimana hal ini merupakan prestasi terbaik Nissan dalam sejarah perusahaannya. Dalam waktu bersamaan, Carlos Ghosn mulai dikenal sebagai an iconoclast (tidak bertuhan). Dimana dia sangat kontras dengan kultur Jepang, western culture, misalnya dengan dingin menutup pabrik, serta kekurang pekaannya terhadap kultur jepang, sehingga menimbulkan kebencian di dalam perusahaan. Oleh karenanya, kemanapun Ghosn pergi, dia selalu ditemani bodyguard-nya. Mengenai aspek budaya, Ghosn pernah berujar:
I do not want to intentionally offend people, but I am more concerned about making Nissan profitable again than being culturally sensitive.
Dalam jamuan undangan dari para supplier, Ghosn tidak bisa hadir saat itu. Bagi kultur Jepang, hal ini merupakan tindakan yang tidak menghargai para supplier. Segera Ghosn menyadarinya, dan Ghosn selalu hadir setelah kasus tersebut. Namun demikian, Cross cultural, antara budaya Prancis dan Jepang merupakan tantangan tersendiri untuk Ghosn. Untuk mengatasi problem penolakan budaya, diadakan pertemuan secara rutin antara Karyawan Renault dan Nissan. Ghosn juga lebih banyak merekrut designer dari jepang dalam mengembangkan model-model barunya. Dia berharap, hal tersebut dapat meminimalkan efek benturan budaya, sehingga performance dapat meningkat.
Setelah 2 tahun NRP dijalankan, perusahaan telah pulih sepenuhnya dari kerugian, dan membukukan kenaikan pendapatan 10.2%, serta keuntungan bersih terbesar dalam sejarahnya, yaitu USD 2.7 Milyar (atau IDR 25 Trilyun), dimana 84% dari peningkatan keuntungan operasional. Saat itu, Ghosn dinobatkan sebagai Businessman of The Year dari majalah Fortune di tahun 2002.
2012-Leaders Tip, by Kadek Budiawan ST, MBA.